Wednesday, February 25, 2009

Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi malas dan tidak bersemangat, maka sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang berjuang dengan penuh semangat

Dhammapada 112




Seorang Raja mengadakan sayembara dan akan memberi hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang bisa melukis tentang kedamaian. Ada banyak seniman dan pelukis berusaha keras untuk memenangkan lomba tersebut. Sang Raja berkeliling melihat-lihat hasil karya mereka. Hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar paling disukainya. Tapi, Sang Raja harus memilih salah satu di antara keduanya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga yang tenang. Permukaan telaga itu bagaikan cermin sempurna yang memantulkan kedamaian gunung-gunung yang menjulang mengitarinya. Di atasnya terpampang langit biru dengan awan putih berarak-arak. Semia yang memandang lukisan ini akan berpendapat. Inilah lukisan terbaik mengenai kedamaian.

Dahulu kala di Jepang terdapat sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh para petani miskin yang disebut "Ubasute" yaitu membuang orang tua mereka yang telah lanjut usia di daerah pegunungan.

Hal ini dilakukan karena mereka terlalu miskin untuk menghidupi orang tua mereka. Cerita ini adalah cerita kuno dan di masa ini tentu saja tidak dilakukan hal seperti itu. Dikisahkan pada suatu hari, seorang ibu tua dengan digendong oleh puteranya berangkat menuju gunung untuk 'disisihkan'. Namun perjalanan ia mematahkan ranting-ranting dan menjatuhkannya.

Ketika ditanya oleh puteranya, dia menjawab, "Agar kau tidak tersesat pada waktu kembali ke desa."Mendengar hal itu, puteranya terharu dan menangis lalu menggendong ibunya dan kembali ke rumah mereka.

Betapa kasih sayang orangtua kita tak akan luntur sepanjang jaman, walaupun mungkin kita sendiri telah menjadi orang tua dari anak-anak kita.

Kisah Seekor Burung Pipit

Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, mengeluh pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lau memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udaranya selalu dingin dan sejuk.

Benar, pelan-pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi. Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin tebal dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju. Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal.

Kisah Pengalaman Hidup

Phra Vongsin Labhiko

Di sebuah Vihara di Bangkok, Wat Bubpharam, tinggal di vihara tersebut Phra Mahasiri (Phra = Bhikkhu). Beliau menceritakan sebuah pengalaman yang beliau alami dan akan diceritakan di bawah ini.

Sejak beberapa tahun yang lalu saya tinggal di Wat Bubpharam, terlihat seorang ibu yang hampir setiap hari datang ke vihara, ibu tersebut bernama Thanom, ada juga yang memanggilnya ibu Visakha nomer dua, karena jasa kebajikan yang selalu ia lakukan. Ia memiliki keyakinan yang kuat terhadap ajaran agama Buddha, dan menghormat kepada para Bhikkhu / Samanera.
Berdana dengan keyakinan menghasilkan tercapainya kekayaan dan keelokan ketika buah dari berdana itu muncul. Dengan memberikan dana disertai pemilihan yang tepat, orang juga memperoleh anak, istri, pegawai dan pelayan yang patuh, tahu tugas dan penuh pengertian. Dengan memberikan dana pada saat yang sesuai., orang tidak hanya memperoleh kekayaan yang besar tetapi juga terpenuhinya kebutuhan tepat pada waktunya.

Dengan memberikan dana bersama keinginan murni untuk membantu orang lain, orang memperoleh kekayaan yang besar dan kecenderungan untuk menikmati kesenangan-kesenangan indea yang terbaik. Dengan memberikan dana tanpa menyakiti diri sendiri dan orang lain, orang memperoleh keamanan dari bahaya seperti api, banjir, pencuri, raja dan pewaris-pewaris yang tidak disukai.

Cara Mengajar Terbaik

Hiduplah seorang guru yang bijaksana, guru tersebut memiliki beberapa orang murid, salah satu di antara muridnya ada yang gagu. Suatu hari sang guru menyuruh muridnya yang gagu untuk turun gunung. Sang guru berkata "Besok, turun gununglah dan sebarkanlah ajaran Kebenaran yang telah kubabarkan kepada semua orang."

Muridnya yang gagu itu merasa rendah diri dan segera menulis di atas kertas, "Maafkan saya Guru, bagaimana mungkin saya dapat menyebarkan ajaran Guru, saya ini kan gagu. Mengapa Guru tidak menyuruh murid lain saja yang tentu mampu membabarkan muridnya merasakan sebiji anggur yang diberikan olehnya.